Fotomu Jelek
Sejujurnya aku
malas melakukan hal ini. Acara tukar kado Dit. P2Humas di penghujung tahun 2005
hanyalah acara internal biasa. Kami masing-masing harus membawa kado seharga
maksimal 50.000 rupiah untuk kami tukarkan secara acak. Ya sudah, kubeli saja
kaos oblong sekedarnya.
Menjelang siang
ada yang nyeletuk,
"Ada kamera
buat moto-moto nggak, nih?”
"Iya Mas
Slamet, bawa kamera nggak?"
"Aduuuh, aku
nggak bawa euy....," ujarku dengan nada lesu.
"Nggak seru
nih kalo nggak ada foto-foto," seru yang lain.
Jadilah aku
terpaksa pulang mengambil kameraku. Sebenarnya di kantor ada kamera digital
juga, tapi entah kenapa teman-teman nggak puas kalau cuma dipotret dengan
kamera saku.
Bulan Maret 2007,
hajatan nasional buat kantor kami. Mulai dari pedagang sayur sampai Presiden
wajib lapor SPT. Presiden tentu saja mempunyai hak istimewa. Dia tidak harus
lapor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat dia terdaftar. Dia bahkan disediakan
tempat khusus nan terhormat di kantorku. Prosedur yang seharusnya amat biasa
menjadi hajatan yang terencana luar biasa. Aku juga baru tahu bahwa isi toilet
yang mungkin akan dihampiri Presiden harus didata dengan detil, jenis barang,
jumlah bahkan merknya. Luar biasa.
"Met, kamu
besok posisi motretnya di belakang petugas TPT, ya," ujar direkturku, Joko
Slamet.
"Potret yang
bagus."
"Baik, pak.
Ada arahan lain, pak?" tanyaku meyakinkan.
Ini pengalaman
pertama bagiku memotret RI 1.
"Sudah,
potret aja, jangan pecicilan, nanti kamu diborgol paspampres".
Direkturku ini
memang doyan bercanda.
Presiden masih
dua jam lagi baru tiba. Tapi kami begitu sibuk luar biasa. Seregu pasukan
berseragam hitam-hitam tampak siaga di anak tangga darurat. Sikapnya amat
bersahaja, nyaris tanpa senyum dan suara. Di lobi gedung B para pejabat tinggi
mulai tiba. Oh...inilah pengendali Indonesia... Sejumput manusia dengan sepikul
wewenang menjadikan mereka penguasa. Aku segera beringsut ke belakang petugas
TPT. Posisi harus segera kuamankan. Segerombolan pewarta foto saling berebut
tempat sempit yang tersedia, demi satu sudut yang amat berharga.
Akhirnya sosok
tinggi besar itu datang jua. Langkahnya penuh wibawa, diiringi istri dan ajudan
dan pengawal, empat jumlahnya... Senyum mengembang, sapa singkat terucap,
"Assalamualaikum..."
Sembari
melambaikan tangannya. Dia melangkah mantap ke kursi di depan petugas TPT,
duduk di sana tanpa ragu. Beberapa saat yang lalu kursi itu sudah dicoba oleh
pengawalnya, digoyang-goyang sedemikian rupa, memastikan benda itu kuat
menopang tubuh sang presiden.
Presiden SBY lapor SPT |
Secarik map warna
abu-abu lantas disodorkan ajudan kepadanya. Dia lihat sebentar, ditandatangani
lantas diserahkan ke petugas TPT begitu saja.
"Pak
Presiden....pak Presiden....!!" teriak para pewarta.
Ah itu rupanya
kode buat dia agar mengulangi adegan barusan. Diambilnya map yang sudah
tergeletak di meja itu. Diangkatnya ke arah para pewarta, sedetik kemudian
puluhan kilau lampu flash menghunjamnya... Inilah beberapa detik momen berharga
itu.
"Met, mana
fotomu?" Tagih pak Joko sore harinya.
"Siap pak,
saya cetak sebentar."
Bergegas aku ke
lab cetak foto belakang kantor. 10 lembar foto terbaik aku cetak, dengan uang
sendiri. Dengan langkah penuh percaya diri aku sodorkan ke pak Joko. Dahinya
berkerenyit, tanpa senyum.
"Fotomu
jelek!!!"
Warung Soto Ceker
samping kantor,14 Mei 2013 07:47:39