Hampir
saja aku terlewat tempat itu. Ini adalah kunjungan ke dua ku. Tempo hari
istriku yang menyambanginya. Sekelumit cerita tentang sosoknya membuatku
penasaran, disamping produk jualannya memang menawan.
Ketika
aku turun dari motorku di depan tempat dia bekerja, yang kutemui hanya lapak
kosong tanpa penunggu. Tapi aku tidak kawatir, sebab ku lihat masih ada jajaran
gelas tersusun rapi, tanda tempat itu belum tutup.
Tak lama
dia muncul. Perawakannya tinggi tegap. Kulitnya putih mulus. Malam ini dia
memakai kaos oblong hitam dipadu dengan celana blue jeans. Topi hitam, kaca
mata frame tanduk, sepatu kets. Jam tangan yg bagus tersandang di lengan
kirinya. Sekilas ada kemiripan dengan Afgan.
Dengan
sigap tapi ramah dia bertanya, "Minum sini, pak?".
"Enggak
mas, bungkus aja, satu," jawabku.
Dia
langsung menuangkan cairan panas ke dalam gelas yang telah dia isi susu kental
manis sebelumnya. Kegiatan itu sempat tersela oleh dua pembeli lain yang sudah
selesai dengan urusannya. Selembar uang sepuluh ribuan dia terima, dua ribu dia
kembalikan.
"Terima
kasih, mas," katanya sambil menyerahkan uang kembalian itu.
Dia pun
kembali mengerjakan pesananku. Hanya perlu waktu kurang dari satu menit untuk
menyiapkan sampai membungkus pesananku.
"Silahkan,
pak," katanya, sambil menyerahkan pesananku.
"Makasih
mas," kataku sambil kuserahkan selembar 5.000an.
Sigap dia
mengembalikan 1.000 rupiah kepadaku sambil berucap terima kasih. Bungkusan itu
sempet terjatuh ketika aku gantungkan di motorku. Rupanya dia melihatnya.
"Di
dobel kantorng plastiknya, pak, nanti jatuh lagi..."
Aku
menolak tawarannya. Toh bukan salah dia bungkusan itu tadi jatuh.
Dia
adalah penjual Susu Jahe di Taman Segitiga Intirub.
No comments:
Post a Comment